Dunia lesbi di kota Solo Cowok terasa hambar dan tak nyaman

SUNGGUH tidak mudah menelusuri kehidupan kaum lesbian di kota Solo. Bukan saja dunia mereka tertutup rapat bagi orang luar, tapi juga ada sebagian yang enggan kehidupannya diketahui orang luar. Meski demikian, Wawasan mendapatkan kesempatan berbincang dengan beberapa anggota komunitas lesbian, kendati namanya minta disamarkan. Perempuan muda berusia 23 tahunan ini bersandar di salah satu kursi sembari menceritakan dunia lesbian yang diterjuninya. Dia menceritakan seluk-beluk dunianya sembari sesekali menyedot rokok di jemarinya dalam-dalam. Hilda tak tahu mengapa di dalam jiwanya menyukai sesama jenis, itu bukan karena kecewa dengan cowok. Sejak kecil perasaan itu sudah hinggap di jiwanya dan berkembang hingga sekarang.
Dalam perjalanan waktu Hilda bertemu dengan Maya yang sudah lebih senior  dalam hal pengalaman di dunia lesbian. Dari Maya dia mengenal beberapa istilah di kalangan lesbian. Dia memisalkan ”belok” (tidak lurus atau menyimpang) yang sama artinya dengan lesbian, lebay, maupun lesbong yang merupakan istilah bagi perempuan penyuka sesama perempuan.

Menurut Hilda di dunia belok, selain butchy juga ada femme dan andro. ”Kalau femme itu ceweknya, dan andro itu di antara butchy dan femme, jadi dia bisa jadi butchy dan bisa juga jadi femme tergantung orientasinya aja saat berhubungan intim,” cerita mahasiswi di satu perguruan tinggi swasta di Solo ini.

Dia juga ngomong, biasanya penampilan butchy itu lebih mudah ditebak bahwa dia adalah seorang lesbian. Sebab, butchy biasanya tampil macho alias jantan dan tomboy.
Butchi yang femmeLihat saja Ega, rambutnya pendek, mengenakan celana jeans, kaos oblong dan tanpa make-up sedikit pun di wajahnya plus sebatang rokok yang tak tinggal di jarinya. ”Ah, penampilanku sebenarnya sudah agak berubah dari yang dulu. Kalau dulu aku memang butchy abis. Sekarang agak terlihat femme-lah sedikit. Meski orientasinya tetap butchy,” kata dia sembari melempar senyum genit.

Menurut dia untuk cewek lesbian yang eksklusif, biasanya butchy-nya itu ber-casing (penampilan) femme.

”Banyak di Solo ini yang dia butchy tapi karena tuntutan profesi dan pekerjaannya dia itu wajib berpenampilan femme. Jadi butchy ber-casing femme-lah. Tapi orientasi seksnya tetap saja butchy,” terang Hilda.

Di kota ini komunitas lesbian ini pun menurutnya terbagi dua kelas. Ada lesbian ekslusif dan ada lesbian kereak (urakan). ”Kalau lesbian eksklusif, jarang mereka kumpul-kumpul di kafe-kafe dan warkop, tapi kalau lesbian kereak dunia mereka itu di Kafe Teladan dan Warkop Harapan, kalau pacaran terlihat terang-terangan terus kalau malam dugem-lah," jelas Hilda yang lahir dari keluarga baik-baik.
Hilda sendiri mengaku jarang kumpul-kumpul dengan komunitas lesbian. "Aku jarang ngumpul. Malas aja, karena sibuk kuliah, lagian kalau gabung dengan lesbian kereak sering gak nyambung. Mereka suka mengejekku sok intelek. Jadi paling, kumpul dengan beberapa kawan-kawan lesbian aja yang enak diajak ngobrol," ungkap dia sembari menyilangkan kakinya yang panjang. Dia juga menunjukkan beberapa orang butchy yang terdapat di warung kopi itu. "Lihat tuh, mereka nggak punya kerja, tapi banyak yang tinggal bersama dengan femme maupun andro-nya. Mereka hidup di indekosan. Parahnya, karena gak ada kerjaan, mereka ada juga loh yang sama-sama jual diri. Butchy-nya jual diri, ceweknya (femme atau andro)-nya juga jual diri dengan lelaki hidung belang. Itulah kehidupan mereka," ungkap dia.
Beda jauh dengan lesbian eksklusif. Biasanya, kalau lesbian eksklusif itu punya kerjaan, punya profesi sehingga tidak banyak waktu untuk kumpul-kumpul. Paling kalau mau lagi hang out mereka itu memilih ke mal-mal, ke night club ternama maupun berkaraoke. Dan biasanya setahun sekali mereka gelar gathering. "Aku pernah diajak gathering tapi enggak pernah mau ikut. Selain malas ngumpul, kekasihku juga nggak di sini. Kan basi nggak bawa kekasih ke acara gathering," ujar Hilda yang mengaku pernah pacaran sama cewek kurang lebih 31 orang ini. Dia sendiri, saat ini mengaku memiliki kekasih (partner) bernama Cindy yang tinggal di luar kota.
Ketika ditanya awalnya menjadi lesbian. Dia menyebutkan titik balik kehidupannya berawal setelah tamat SMA. Ketika itu seorang teman cewek tiba-tiba saja menciumnya. "Rasanya beda gitu. Setelah itu aku jadi belok hingga sekarang," kata wanita ini. Begitupun, Hilda menyatakan kalau bakat menjadi lesbian itu sudah ada sejak dirinya masih kecil. "Dari TK aku memang suka melihat guru cewek yang cantik, jadi memang dari kecil aku udah suka ama cewek," cerita dia.
Begitu pun Hilda mengaku pernah pacaran dengan cowok. "Dikenalin orang tua. Tapi rasanya hambar dan aku gak nyaman aja bersamanya. Sebab, yang mengerti perempuan itu kan perempuan sendiri," ujar Hilda lagi-lagi sambil tersenyum.
Ketika disinggung, sulit tidak mencari pasangan lesbian. Ega malah mengatakan hal itu sangat gampang. "Cewek lesbian itu sama-sama punya insting. Jagi gampang kok. Pun begitu ada juga cewek straight (normal) yang aku ajak jadi belok," kata dia dengan tawa yang berderai. Reko Suroko-pu

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.